Kamis, 31 Maret 2016


Karunia di Balik Masalah

(Reframing)

“Aduh, kenapa begini sih?!”
Mungkin kalimat ini yang sering saya lontarkan saat saya menemukan masalah atau ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan saya. Mengeluh konon adalah hal yang paling mudah untuk dilakukan seseorang. Menyalahkan keadaan atau orang lain jauh lebih mudah ketimbang bersabar atau introspeksi diri sendiri. 

Contohnya saat rumah berantakan, cucian piring menumpuk, cucian baju dan setrikaan menggunung (masalah klasik ibu-ibu tanpa ART), saya kelelahan, dan anak mulai berulah, dan tesis saya yang njlimet menunggu untuk diselesaikan, hal pertama yang ingin segera meluncur dari mulut saya adalah omelan. Mengeluh dan marah pada keadaan di sekitar saya. Padahal omelan saya tidak akan membuat semua masalah di hadapan saya beres. Bahkan kemarahan saya malah memperparah keadaan.  

Tapi semakin lama saya semakin sadar, setiap kali saya mengeluh, ngomel, menyalahkan orang lain ataupun keadaan, masalah saya selalu bertambah dan saya semakin menderita.

Hingga saya membaca sebuah cerita inspiratif tentang seorang ibu yang memiliki banyak anak dan sangat marah jika anak-anaknya mengotori karpet, karena kemarahannya sering berulang dan membuatnya stress si ibu ini menemui seorang psikolog. Sang psikolog mendengarkah keluhan sang ibu dan akhirnya memintanya untuk rileks dan memejamkan mata sambil membayangkan rumah dan karpetnya yang berantakan dan kotor karena ulah anak-anak. Seketika muka sang ibu berubah cemberut seperti ingin marah, lalu sang psikolog menyuruhnya membayangkan rumah dan karpetnya yang bersih dan rapi, muka sang ibu pun tersenyum senang, namun sang psikolog melanjutkan bahwa rumah yang rapi dan bersih itu adalah karena anak-anak sang ibu telah tiada, sang ibu langsung menangis, ia akhirnya sadar bahwa ia terlalu memikirkan hal yang begitu remeh namun melupakan hal yang benar-benar berharga yang harusnya ia syukuri yaitu keberadaan anak-anaknya di rumah.
Reframing. Teknik inilah yang dilakukan sang psikolog hingga sang Ibu bisa melihat masalahnya dari bingkai pemikiran yang berbeda sehingga sang Ibu menemukan karunia di balik masalahnya.
Saya ikutan menangis saat membaca cerita singkat ini. 

Yang saya butuhkan adalah reframing sehingga saya bisa melihat masalah saya dengan kacamata syukur. Saya kembali melihat cucian piring saya dan saya bersyukur artinya saya dan keluarga ada di rumah dan kami cukup makan, lalu saya bersegera mencucinya sambil tersenyum melafazkan syukur di tiap bilasannya. Lalu saya melihat cucian dan setrikaan saya yang menggunung, Alhamdulillah ini berarti kami cukup sandang alias punya pakaian, meski lelah saya menyelesaikannya dengan tersenyum. Tesis saya yang njlimet adalah tanda bahwa saya masih diberi kesempatan belajar dan bersekolah tinggi. Saya pun kembali membaca buku-buku dan pelan-pelan mulai menulis. Rumah berantakan karena jadi arena bermain anak, Alhamdulillah ini artinya saya punya anak, ia sehat hingga bisa bermain penuh semangat, dan ia ada di rumah, masih bersama saya. Saya langsung memeluk anak saya sambil menangis penuh syukur dan meminta maaf pada anak saya yang sempat saya marahi, dan kami pun bermain dan membereskannya bersama. 

Dan dengan syukur masalah saya semua terselesaikan. Dan nikmat di dalam hati saya bertambah. Saat saya mengeluh, menyalahkan keadaan, marah, alias tidak bersyukur, kiranya Allah memberikan kepedihan dalam hati saya, dan menambah kepedihan itu dengan masalah-masalah baru yang saya timbulkan karena sikap negative saya.

Benarlah firman Allah SWT dalam Al Quran :
“Sungguh Kami telah memberimu nikmat yang banyak” (QS Al Kautsar:1)
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan,’ Sesungguhnya jika kamu bersyukur niscaya Aku akan menambahkan (nikmat) kepadamu tapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim;7)

Tidak ada perjalanan naik tanpa mensyukuri yang sudah ada (Mario Teguh). Semoga kita semua diberi kekuatan untuk bisa melihat karunia Allah SWT di balik segala masalah yang kita hadapi. Karena sesungguhnya Allah SWT tak henti-hentinya memberi karunia yang banyak kepada kita semua meski kita sering lupa untuk mensyukurinya.

 (Sebuah pemikiran dari seorang Ibu yang masih terus belajar untuk mensyukuri apa-apa yang Allah SWT berikan dalam kehidupan.)

Wallahua’lam

Afie Yuliana
3/31/16


Minggu, 07 Juni 2015

CALL Programs Analysis

CALL Programs Analysis

computer learning 
`Technology has been widely used in educational field to support an effective and efficient teaching and learning activity. As one of the means of technology, computer is considered to be a very helpful media that is able to fulfill almost all learning needs, specifically in language learning.  Assisting students with programs and features, computer facilitate students in learning, practicing, and producing language. These programs, known as CALL (Computer Assisted Language Learning) programs are developed by education experts to help student achieving their language learning goals. Usually the program has certain language skill to focus on such as speaking, grammar, vocabulary etc. In developing CALL program, there are at least seven criteria such; content appropriateness, performance, effectiveness, usability, and interactivity that programmer needs to fulfill. Based on these criteria, the writer tries to analyze three CALL programs; euroTalk interactive (speak English) Talk More! Intermediate; SATSSOFT Vocabulary; and SATSSOFT English Words.

The first program is euroTalk interactive (speak English) Talk More! Intermediate that focus on giving practice and quiz to help students with their speaking. This program has appropriate content for students in intermediate level. It provides phrases and dialogues in both American English and British English with common topics that students may choose based on their needs or interests. The performance of the program is good, students are be able to access features in short time. It also has a good layout, pictures and native speakers speaking the phrases and dialogues based on topics so students can easily repeat what native says. The recording feature is excellent to encourage students to listen to their own speaking in imitating the native speaking so that they are be able to judge whether their speaking is already as good as native or not. Self-accessing enhance students awareness of their own skill that would motivate them to work on it. In terms of usability, this program is really easy to use, easy to understand, and easy to access. Not only it has a good usability but it also has a quite good interactivity that students could hear voice greeting and informing about what to do next, but it would be better if there is also a feedback voice for the students to help them correct their speaking errors. In terms of effectiveness, this program is quite effective because it has common topics in life so that the phrases and dialogues learnt there are applicable to daily life. The strength of the program is in the recording feature where students can practice their speaking by listening to native speaking and imitate them right away in the recording so that students would be able to measure their speaking. This program would be more effective if students practice listening and record their speaking again and again until they are good in speaking.

The second program is SATSSOFT Vocabulary that provides students with games with vocabulary questions. In terms of content appropriateness, the vocabulary in the games was more scientific or has relation with science for children and teenagers but unfortunately there are only few vocabulary that are repeated from games to games. This content are appropriate for students in the level of beginner or children level since it provides fun games with fun music for children in learning vocabulary. The program is easy to use and also interactive; it has a coin assistance that helps students in understanding how to use the programs. In terms of effectiveness, this program would be effective for children and teenagers in beginner level that needs vocabulary repetitions with fun atmosphere. Overall the performance is quite fair but needs improvement in vocabulary stock.

The third program is SATSSOFT English Words that is almost the same with SATSSOFT Vocabulary. This program focus on providing game practices for children in beginner level. The content is appropriate for children from the age three to seven years old that needs to know about common and basic vocabulary in daily life such as profession and pronoun. The program is quite interactive and also interesting with more varied fun games and varied music background so it’s fun for children. The program is easy to use for children and would be effective for young users such as children to learn and practice their vocabulary. The performance is quite well except for the coin assistant that should appear in the program but it doesn’t show up.

In conclusion, the three programs have their own strength and weaknesses. euroTalk interactive (speak English) Talk More! Intermediate meets all the criteria of a good CALL program and its essential strength is in the content and the features especially recording feature. SATSSOFT Vocabulary is designed for children and teenager that has the strength in interesting game feature. The games build up fun atmosphere in learning vocabulary which is perfect for children and teenagers but it was lacking of vocabulary. It meets all the criteria of good CALL program but still need improvement in vocabulary stock. Last but not least, SATSSOFT English Words which basically almost the same with SATSSOFT Vocabulary provides more varied games for children in younger age. The vocabulary in SATSSOFT English Words are more basics such professions. The weaknesses of this program are unavailability of coin assistant and sudden break down when using the program. This program meets almost all the criteria of a good call program but needs to improve its interactivity, performance, and vocabulary. Despite of their strength and weaknesses, all programs were designed to meet criteria of CALL program with different features and levels but SATSOFT programs would support vocabulary learning better if it’s improved.

ICT in Language Learning

ICT in Language Learning (Mid Test)

computer learning
Information and Communication Technology or ICT is technology functioning to support the process of conveying information and communication. It is also a way, media, or technology to store, retrieve, manipulate and transmit or receive digital data or information. The use of ICT is usually involving electronic information processing technologies such as hardware and software. In this case the most common hardware used in ICT is computer with the help of software programs such as word processing, spreadsheet, database software, hypertext, hypermedia, and multimedia. One of the utilization of ICT is the use of hypertext that offers some advantages; 1) ease of tracing references, 2) ease of creating new references, 3) Information structuring, 4) Global views, 5) Costumized documents, 6) modularity of information, 7) consistency of information, 8)task stacking, and 9) collaboration (Hartoyo, 2012).

The use of ICT is not only effective and efficient in supporting business and information, it also effective in supporting teaching and learning activity. In language learning, the use of ICT has been widely used to enhance the learning process. CALL (Computer Assisted Language Learning) is the name of program that facilitates both teacher and student in achieving learning goals. Computer may act as a tutor that provides material, guides student how to learn, gives student information and also explanatio (Hartoyo, 2012). The computer program that is connected to the internet also can be an efficient tool to find references. In addition, “it may communicate with the student visually by displaying text, graphics (diagram, graph, and line drawing) or video images on a screen; it may also present sound, in the form of speech, music or other audio output..” (Ahmad, et al: 1985).

In developing the CALL program, there are several steps that we should follow. The first one is initial planning. After planning, we should determine the objectives and choosing the type of programs. After having the objectives and the appropriate program we should select the material and then choosing the software. The next steps are determining the task and designing structure of the program. In doing the developmental steps we need to consider several principles; 1) usability, 2) content appropriateness, 3) interactivity, 4) effectiveness and 5) performance (Hartoyo, 2012)

CALL has several essential advantages and some disadvantages. One of the advantages is that it enables learners to learn more effectively and better realize their potential. In addition to that, CALL also facilitates greater access to learning opportunities and it also make the delivery and the learning management become more efficient and effective. In terms of flexibility and independency the use of CALL may also facilitate students with a more flexible and independent learning. Despite of advantage that the program has, it also comes up with some disadvantages. Disorientation and expensive cost to purchase and maintain the equipments considered to be the most inconvenient reason using the program (Hartoyo, 2012). For more description about Computer Assisted Language Learning please click this link.

References:
Hartoyo (2012). ICT in Language Learning. Semarang: Pelita Insani

Blended Learning

Blended Learning
Afie Yuliana
teaching1
Technology has been rapidly changing from time to time and as a result, technology could be implemented in almost every aspects of human life.  In the field of education, the use of technology has improved the quality of teaching and learning process and also the learning outcomes.  The possibilities of implementing new practices in teaching and learning are open wide due to the development of Information and Communication Technology. The ICT were then issued in its blending to the traditional learning since both of them would intersect best aspects in teaching and learning process if combined together. Significantly, the blend between e-learning using ICT and traditional learning or face to face learning had more benefits that support direct interaction and high flexibility technology, namely ICT (Hartoyo, 2012).

Hopper (2003) explains that the effectiveness of Blended Learning are proved to be much better than full online courses since it provides collaboration between face to face learning with on-line environment. As what Wirajaya (2011) also states that it is the answer to a more effective and efficient way in fulfilling student’s learning needs. Pensylvania State University (2009) also elucidates that in forming an integrated instructional approach needs a combination between computer-mediated activities and face to face learning. A more detail explanation on the learning focus is described by Valiathan (2002) which are; skill driven learning that combines self paced learning and facilitator support, attitude driven learning which blends various events and media to gain specific behaviors and competency driven learning that combines tools performance with resources management and mentoring in developing competencies.

By having blended learning in the class, students are provided with interactive learning activity and also access to rich sources provided online and not to mention the flexibility of using and accessing with the time and place of their choosing. Providing effective and interactive learning experience, blended learning also decrease the dependences of educator in courses and also the dependence of students to their tutor. Some other advantages are also explained by Bonk, Olson, Wisher, and Orvis (2002); 1) accessibility and flexibility, 2) less face to face learning, 3) enhancing learning independency, 4) various types of learning experience, 5) retaining social interaction between students, 6) promoting participation for introverts.

There are several approaches in employing blended learning. The most popular blended learning approach is Blended e-learning Cooperative Approach (BelCA). This approach is a combination of face to face learning, technology utilization, and group work. Three types of interactions such social interaction, material, and teacher interactions, are integrated in BelCA. Teachers as the facilitator manage active face to face learning and also prepare material and media. Serving the material, the teacher should also maintain social interaction between students by putting them into groups and let them learn cooperatively (Hartoyo, 2012).  To gain language communicative competence, the students must be provided with material, media, and practices that comprise their productive skill in writing and speaking and receptive skill in reading and listening.

Applying BelCA in the class could have varied ways of delivering and also learning. Here’s an example of BelCA learning; in teaching writing narrative, the teacher facilitate students to find multiple kinds of narrative texts in the internet, then let the students discuss their findings in group pairs, after that students and teacher discuss it in face to face learning and after giving some assignments, the students are required to submit them online. By doing this, the students could practice their literacy on technology, their skill in reading, speaking, and also writing.
BelCA method is also applicable in teaching other skills such as speaking. The tutor or teacher may facilitate students with some topic and then the students are instructed to find related materials in the internet. Students have more freedom in choosing materials of their liking and they also able to find materials that suit their ability level. This autonomous way of choosing, reading and understanding material would increase students enthusiasm in joining the discussion held in the face-to face meeting. With good enthusiasm students are willing to express their thoughts and opinions in the discussion and practice not only their reading skill but also their speaking skill.

As stated in Hartoyo (2012) Graham states that there are four levels of blended learning, activity level, class level, program level, and institution level. In the activity level students and teachers are involved in face to face and online activity but still in the level of activity only. In class level face to face instructions are combined with on line courses and in the level of classes meaning that other classes may not use this blended learning. In program level, all classes in one degree program such as bachelor, graduate or post graduate are obliged to do blended learning. The last level is the institution level meaning that in a certain institution all classes in all degree/programs must blend their teaching and learning activity with online courses.

To sum up, blended learning is the combination between face to face learning and e-learning. Blended learning is very recommended by experts in improving teaching and learning activity in order to meet the needs of learner. Interactivity, flexibility, efficiency and also effectiveness are the main benefits both teacher and learner could gain by employing this method. The most popular blended learning method is BelCA which intersect face to face learning, e-learning, and collaborative learning to get the best aspects of each. Teacher can facilitate students to practice both receptive and productive skills by optimizing BelCA method with appropriate media and materials. This method had been applied in activity level, class level, program level, and institution level (Graham, 2006).

                                                By Afie Yuliana (1208066075)
References;
Hartoyo (2012). ICT in Language Learning. Semarang: Pelita Insani.

Knocking on Heavens Door



Bismillahirrahmanirrahim. Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Semoga Shalawat dan Salam terlimpah kepada Nabi Besar Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Assalamualaikum wr wb.
Saudaraku yang baik hatinya, pernahkah kita mencoba merenung akan hakikat dari DUNIA yang kita tinggali saat ini. Langit yang biru dan megah dengan segala perhiasannya, matahari, bintang, bulan, planet-planet  dsb, yang ajaibnya selalu menggantung di atas, Bumi yang hijau terhampar dengan segala keindahannya, manusia dengan segala dinamika hidupnya, kaya, miskin, sedih, senang. Setiap pagi kita bangun, melakukan rutinitas, ke sekolah, bekerja, cari ilmu, cari uang, cari jodoh, cari kesuksesan, jabatan, harta, popularitas. Apa sih tujuan kita melakukan semua itu?

Demi mencari kesenangan hidup.
Mungkin itu yang akan dijawab sebagian besar kita. Padahal kesenangan hidup yang kita perjuangkan dan kita dapatkan, seperti uang, jabatan, harta, popularitas, dll itu semuanya bersifat SEMENTARA. HIDUP di DUNIA ini semuanya hanya menunggu giliran. Yang tadinya muda, pasti suatu saat dapet giliran tua. Mudanya sementara. Yang tadinya kaya, pasti suatu saat dapat giliran miskin begitupun sebaliknya. Kayanya sementara. Yang tadinya presiden, pasti suatu saat lengser. Jabatannya sementara. Yang tadinya senang, pasti suatu saat akan kena susah. Yang tadinya hidup, pasti akan dapat giliran mati. Things come and go. Berubah-ubah. TIDAK ADA YANG ABADI.

Itulah dunia, SEMENTARA dan TIDAK ABADI. Padahal  sesungguhnya manusia menginginkan kebahagiaan yang continue alias terus. Lihat saja sekarang, kebanyakan dari kita ingin terus kelihatan muda. Karena muda identik dengan bahagia. Produk anti aging laris bak kacang goreng karena katanya dapat menunda penuaan dini. Stay young forever, salah satu jargonnya. Kita pun selalu ingin kaya, karena kaya identik dengan bahagia, lihat saja banyak orang kerja siang malam demi menambah pundi-pundi hartanya bahkan ada juga yang menempuh jalan yang salah dengan korupsi, curangi sana sini demi menjadi kaya dan terus kaya. Bahkan ada pula yang mencari kebahagiaan semu lewat narkoba, free sex, mabuk, semua itu dilakukan demi mencari kebahagiaan/kesenangan hidup belaka.

Padahal Islam memberikan solusi atas keinginan manusia yang menginginkan kebahagiaan yang kekal. Yaitu dengan mengharapkan SURGAnya Allah. Dimana manusia bisa hidup kekal selama-lamanya dengan fisik yang sempurna dikelilingi kekayaan dan kenikmatan dan kebahagiaan yang tak akan pernah habis.

“ Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan kenikmatan, “(QS At Thuur; 17.)

. Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit. (QS At Taubah; 38)

“Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS At Taubah; 72.)

“Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya “(QS Az Zukhruf;71)

“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan” (QS Az Zukhruf;72)

“Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu.” (QS Faathir;35)


. “(yaitu) syurga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa, “(QS An Nahl:31)

“Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padaNya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal,” (QS At Taubah:21)
“Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.” (QS Al Insaan:20)

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (QS Ali ‘Imran:133)
  
Tidak akan ada lagi yang miskin, tidak akan ada lagi kesedihan, kesusahan, tidak akan ada lagi keburukan. Senang terus selama-lamanya. See? Finally happily ever after itu memang ada. Tapi bukan di dunia tapi di SURGA.

Lalu apakah karena kita mengharapkan surga lalu melupakan dunia? Tentu tidak. Justru dunia adalah ALAT untuk mencapai Surga yang kekal. Dunia adalah tempat singgah, tempat dimana kita mencari pahala sebanyak-banyaknya untuk menjadi tiket kita masuk ke surganya Allah. Jika kita hidup di dunia dengan niat untuk mencari pahala di jalan Allah, melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi laranganNYa, maka insya Allah mendapatkan kebahagiaan di dunia terlebih lagi  kebahagiaan di akhirat berupa Surganya Allah.

Yuk perbaiki niat dan tujuan kita dan jadi manusia yang lebih visioner alias memandang jauh ke depan, bukan hanya memikirkan akan jadi apa atau punya apa 10 tahun, 50 tahun ke depan, tapi pikirkan  setelah saya mati saya mau kemana? 100 tahun hidup di dunia hanyalah sebentar jika dibandingkan hidup di akhirat yang satu harinya sama dengan berpuluh bahkan beribu tahun hidup di dunia. Alangkah bahagianya jika waktu yang seakan tak pernah habis itu kita jalani dengan kenikmatan dan kebahagiaan yang kekal di surga bukannya dengan sakit dan kesengsaraan disiksa di neraka karena kita berpaling dari Allah(Naudzubillah).

Jadi sekali lagi mari benahi niat dan tujuan kita, benahi ibadah kita, benahi silaturahmi kita, benahi segala aspek kehidupan kita di dunia agar lebih baik sehingga Allah meridhoi kita bukan hanya untuk mencicipi kebahagiaan di dunia tapi juga kekalnya kenikmatan surga then we can finally live ‘happy ever after’ Amien :D

#Kekurangan pastilah milik saya, kesempurnaan hanyalah milik Allah Tuhan Semesta Alam# 

Wassalamualaikum wr wb.

Suara Hati Seorang Anak

Orang tua kami yang baik hati,
blog pic1
Apa kalian ingin tahu apa yang ada di benak kami saat kalian menyalahkan, memarahi, dan mengungkit-ungkit kesalahan kami?

Benci, dendam, kecewa, sedih semua perasaan negatif seolah bergejolak dalam dada. Perihnya seolah terpatri dalam hati dan pikiran tanpa kami sadari dan ‘emosi negatif’ itu menetap bahkan hingga kami dewasa. Mulanya kami manusia baru, muda, dan penuh semangat. Begitu lapar akan ilmu dan pengalaman. Dalam perjalanan sebagai anak-anak yang bertumbuh menjadi remaja, kami banyak mencoba dan banyak membuat kesalahan. Kalian sebagai orang tua merasa bertanggung jawab untuk ‘membetulkan’ kami dan kami berterima kasih atas niat tulus kalian itu. Tapi tak bisakah kalian menemukan cara yang lebih baik daripada menyalahkan kami atau membentak kami, memarahi kami? Bisakah kalian membimbing kami tanpa harus MENYAKITI HATI kami? Demi Tuhan, kami ingat tiap kata yang dulu pernah mengoyak hati kami. KAMI INGAT. Anehnya rasa benci karena luka itu tak bisa hilang, Tanpa kami sadari ‘emosi negatif’ yang terbawa hingga dewasa ini membentuk sikap kami terhadap kalian.

Kalian selalu marah karena tak kami dengarkan, apakah kalian dulu mendengarkan kami?
Kalian marah karena kami tak mengerti keinginan kalian, apakah dulu kalian mengerti keinginan kami?
Apakah kalian mencoba mengerti?
Kalian mengutuk kami karena tidak sopan, apakah kalian dulu sopan pada kami?
Kalian marah karena kami bohong, apakah kalian selalu jujur pada kami?
Kalian marah karena kami menyakiti hati kalian, bukankah dulu kalian juga menyakiti hati kami?
Kalian marah karena kami bentak, bukankah dulu kalian sering membentak kami?
Kalian ingin kami bicara halus, apakah kalian lemah lembut pada kami?
Kalian marah karena kami keras kepala dengan keinginan kami, bukankah dulu kalian memaksakan kehendak kalian pada kami?

Fakta dari penelitian ilmiah menyatakan bahwa delapan puluh persen sikap anak adalah HASIL ukiran sikap orangtuanya pada mereka. Sebelum menyalahkan kami (lagi) atas sikap kami, TANYALAH dulu ke dalam diri kalian wahai orang tua. Apa yang sudah kalian TELADANKAN pada kami? Warna apa yang sudah kalian goreskan pada kami? Seperti pepatah bijak yang mengatakan bahwa seorang manusia lahir ke dunia dengan fitrah yang suci dan bersih seperti kapas, orangtuanyalah yang me’warnai’nya hingga menjadi manusia seperti apa.

Janganlah seperti orang yang mengecat dengan cat warna merah lalu bertanya-tanya kenapa dinding ini jadi merah?

Kini kami telah dewasa. Kami sungguh berterima kasih atas semua yang kalian lakukan untuk kami. Tapi satu yang kami minta. Berhenti menyalahkan kami. Kini kami punya ego tinggi seorang dewasa. Ajak kami bicara dengan hati dan logika. Jangan doktrin kami seolah-olah kami ini kerbau yang tidak bisa berpikir. Hargai pemikiran kami. Kami bisa berpikir. Kami bukan binatang yang tidak bisa berpikir harus kau tarik-tarik, kau paksa, yang bisa kau teriaki atau sakiti saat berbuat kesalahan. MANUSIAKAN KAMI. Ajak kami bicara. Nasehati kami dengan lembut. Jangan paksa kami. Mengertilah. Jika kami salah, kami ini manusia, bukan Tuhan yang Maha Benar. Maklumi kami. Apakah kalian tidak pernah berbuat salah?? Apa kalian suka disalahkan, dibentak, diungkit-ungkit, dikata-katai yang tidak baik karena kesalahan itu??
Kesalahan adalah tahap awal pembelajaran. Hargai proses kami belajar dengan tidak berlebihan bereaksi atas kesalahan kami. Tuhan yang Maha Sempurna pun yang paling berhak marah atas kesalahan yang kami perbuat, karena IA tak pernah salah, tak pernah serta merta detik itu juga menghukum kami saat kami berbuat salah. Bahkan Tuhan selalu mengingatkan bahwa ampunanNYA lebih besar dari dosa-dosa seluruh manusia jika mereka bertaubat. JIka Tuhan saja yang tak pernah salah bisa berbelas kasih, kenapa kalian yang sama-sama pasti pernah salah seperti kami, begitu kasarnya memarahi kami, menyakiti kami dengan kata2 kalian?

Fakta membuktikan bahwa kekerasan verbal ataupun fisik dengan dalih mendidik TIDAK PERNAH BENAR-BENAR BERHASIL membuat anak menjadi lebih baik. Sebaliknya, anak menjadi minder, benci pada orangtua, tumbuh jadi anak yang kasar dan emosional saat menghadapi masalah, dan yang lebih parah adalah meneruskan tradisi kekerasan yang sangat merusak itu pada keluarganya di masa depan termasuk pada kalian orang tua kami sendiri.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Douglas Boch menemukan fakta lain yang sangat mengejutkan. Orang-orang yang berada di penjara ternyata sebagian besar sering mendapatkan perlakuan kasar dan mendengarkan kalimat-kalimat negative dari orang tuanya. Salah satu kalimat yang sering mereka dengar adalah “Lihat saja, kau akan berakhir di penjara!” Menakutkan sekali bukan? Kata-kata mereka menjadi kenyataan di masa depan anak-anak mereka. Benarlah kiranya bahwa kata adalah doa apalagi yang terucap dari lidah orangtua. Semakin anak dicela “Dasar anak malas, Nggak bisa diatur, Nggak Nurut sama orang tua, Mau jadi apa kamu!” Maka itulah yang akan dipercayai si anak dan tanpa sadar menjalani hidupnya dengan kepercayaan yang sangat salah yang menjadi kenyataan. DAN ITU SUDAH TERJADI.
blog pic2
“Ah Tapi kalo nggak dikerasin nanti anak jadi manja dan malah ngelunjak dan akan membangkang pada orangtua…” mungkin kalimat ini yang sering dijadikan alasan pembenaran saat memarahi anak tapi sekali lagi itu teori yang salah. Mau bukti? Tengok cara Rasulullah SAW mendidik anak-anaknya, pelayannya, sahabat-sahabatnya, beliau tidak pernah menggunakan kekerasan fisik ataupun verbal, menghardik, menghina, membentak, apakah ada diantara mereka yang menjadi manja, ngelunjak dan membangkang pada Rasulullah SAW? Justru sebaliknya mereka sangat sangat mencintai Rasulullah dan itu membuat mereka mencintai ajaran yang dibawanya. Mereka menjadi orang-orang tangguh, taat, berakhlak mulia, berilmu, dan menjadi orang-orang hebat yang sampai kini masih dielu-elukan namanya.

Bukti lain, masih dari penelitian yang sama yang dilakukan oleh Boch yang juga mencoba menyelidiki sikap dan kalimat-kalimat seperti apa yang paling sering didengar dan didapatkan oleh orang-orang yang tergolong sukses dalam kehidupannya, dan hasilnya ternyata mereka sering sekali mendapatkan sikap yang positif dari orang tua mereka, mendengar kalimat-kalimat positif yang isinya motivasi, pujian, penghargaan, contohnya seperti. “Lihat bagus sekali yang kamu buat itu, kamu anak hebat!”, “Tidak apa-apa nak, semua pasti pernah melakukan kesalahan, Ibu yakin kamu bisa lebih baik. Ayo coba lagi, sedikit lagi pasti berhasil!”
Buah anggur tak pernah tumbuh dari bibit cabai. Apa yang kau tanam itulah yang kau dapat. Baik yang kau tanamkan pada anakmu baik pula yang kau dapat. Buruk yang kau tanam maka itupulalah yang kau dapat.

Dalam mendidik dan mengasuh anak Rasulullah SAW mengajarkan, “HORMATILAH ANAK-ANAKMU dan didiklah mereka. Allah SWT memberi rahmat kepada seseorang yang membantu anaknya sehingga sang anak dapat berbakti kepadanya.” Salah seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana cara membantu anakku sehingga ia dapat berbakti kepadaku?” Nabi Menjawab, “MENERIMA USAHANYA walaupun kecil, MEMAAFKAN KEKELIRUANNYA, TIDAK MEMBEBANINYA dengan beban yang berat, dan TIDAK PULA MEMAKINYA dengan makian YANG MELUKAI HATINYA.” (HR. Abu Daud)
blogpic3
Orangtua yang baik hatinya, perlakukanlah kami seperti kalian ingin diperlakukan. Pahami kami jika kalian ingin dipahami. Dengarkan kami jika kalian juga ingin didengarkan. Perlakukanlah kami dengan baik jika kalian ingin kami berlaku baik pada kalian. Semangati kami, dukung kami, peluk kami, cerahkan pikiran kami dengan kata-kata bijakmu yang lembut. Ajari kami mencintai kalian… bukan sebaliknya…

Dari kami yang sangat mencintaimu…

(Ini adalah sebuah pemahaman juga sebuah perspektif sekaligus bentuk introspeksi dan pembelajaran penulis yang kini sedang belajar menjadi orang tua. Mohon dimaafkan jika ada yang kurang berkenan, kesalahan dan ketidaksempurnaan adalah milik saya, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.)

Inspirasi dari 9 Summers 10 Autumns

novel iwan1
Sebuah karya sastra yang ringan, dirangkai dengan kata-kata yang apik yang membawa pembaca ke dalam melankoli kenangan masa lalu yang penuh makna. Yang menarik dari novel ini adalah ceritanya yang diangkat langsung dari kisah nyata sang penulis Iwan Setyawan. Sebagai anak kampung yang memiliki empat saudara dan hidup serba kekurangan, Iwan menjadikan kasih sayang keluarga sebagai kekuatan yang mendorong ‘perahu’ kehidupannya untuk berlayar di samudera luas, dari kaki gunung Panderman, Batu, Gedung Pencakar Langit di Sudirman Jakarta, hingga ke Big Apple NYC.

Dalam sempitnya rumah petak yang ia tinggali bertujuh dengan saudari-saudarinya dan kedua orangtuanya, Iwan menemukan sendiri cahaya harapannya yang bisa membawanya menuju mimpinya, yaitu ‘bebas’ dari kemiskinan. Cahaya harapannya itu ia dapatkan lewat kakak pertamanya yang berhasil karena ketelatenannya belajar. Iwan belajar bahwa jika otaknya cemerlang maka kesempatan memperbaiki kehidupannya dan keluarganya lebih terbuka lebar. Tawaran pekerjaan seolah tak henti-hentinya membuka pintu rejeki bagi kakak-kakaknya. Ia melihat bagaimana keberhasilan mereka membuat orangtuanya bangga dan memberikan cahaya di atap mendung rumah kecil mereka. Kebahagiaan, kesyukuran, kebanggaan, dan sedikit perbaikan di rumah kecil mereka begitu berarti, membekas di hati Iwan dan menjadikannya lebih giat belajar.

Di usia yang masih belia, Iwan sudah bersahabat dengan buku pelajaran begitu akrabnya, bahkan lebih akrab dari sahabat manusianya. Ketika yang lain asyik bermain dengan mainan mereka, Iwan asyik dengan buku pelajarannya, ia punya mimpi yang terpatri begitu dalam di dadanya dan inilah satu-satunya cara yang ia tahu untuk bisa mendekatkannya dengan mimpinya itu. Ia tak ingin lagi merasa ‘kecil’, ia ingin terbebas dari bayang-bayang masa depan yang suram seperti bayangan dirinya menjadi supir angkot seperti Bapaknya atau anak-anak laki-laki lain di kampungnya. Ia ingin memutus rantai kesusahan di keluarganya, ia ingin mengusap peluh Bapak dan Ibunya dengan keberhasilan yang dicapainya. Sampai-sampai ia harus mengakrabi buku pelajarannya dari jam tiga pagi setiap hari untuk menjaga prestasinya, menjaga cahaya harapannya agar tak redup. Yang menyentuh hati adalah saat Iwan menceritakan suatu moment dimana ia menemukan ibunya menangis tersedu karena pertengkaran dengan Bapak dikarenakan ekonomi mereka yang sedang terhimpit. Melihat ibunya menangis Iwan menancapkan mimpi itu dalam jiwanya kuat-kuat, ia ingin membebaskan keluarganya dari himpitan ini, himpitan yang membuat keluarganya menangis, himpitan yang membuat air mata ibunya menetes. Ia berjanji pada dirinya sendiri, ia akan membahagiakan Ibunya, dan takkan membiarkan air mata Ibu menetes lagi.


novel iwan2
Dan perahu Iwan pun mulai berlayar ke Bogor saat ia diterima kuliah di jurusan Statistika IPB. Ke Jakarta, saat ia diterima di perusahaan-perusahaan executive di Jakarta, kesuraman hidupnya perlahan menerang, rumah kecilnya dulu perlahan membesar, kebahagiaan dan kesyukuran tumpah-ruah dalam keluarganya. Ia mulai menggapai semua mimpinya. Keuletan dan ketelatenannya sejak kecil terbawa hingga dewasa saat ia bekerja untuk perusahaan-perusahaan besar di Jakarta. Seperti saat kecil dulu, ia melakukan hal-hal yang anak lain tidak lakukan, yaitu lebih banyak belajar daripada bermain, bahkan dimulai saat dini hari, maka dalam pekerjaannya pun ia begitu rajin dan telaten, ia datang selalu lebih pagi dari temannya yang lain, pulang tengah malam, bahkan masih membawa pekerjaannya ke rumah. Iwan sangat berprestasi dalam pekerjaannya, ia disegani rekan-rekan kerjanya yang kebanyakan lulusan luar negeri. Hingga sampailah ia ke New York atas tawaran pekerjaan dari rekanannya. Prestasi Iwan makin gemilang. Ia benar-benar mewujudkan mimpinya. Bebas. Ia membebaskan keluarganya dari rantai kemiskinan. Dengan uang yang ia hasilkan, ia bisa membangun rumah kecilnya di Batu, membuat penghidupan yang layak bagi orang tuanya, bahkan memberikan rejeki yang tidak sedikit pada saudara-saudaranya, dan masih memiliki sisa untuk kesenangan hidupnya di New York. All his dreams came true. It’s all because of three reasons; affection, determination and education.

Dari pemahaman saya, semua yang Iwan capai karena ia memiliki tiga hal; kasih sayang, determinasi, dan pendidikan. Kasih sayang dalam keluarga merupakan dasar dari ketiganya. Dari kasih sayang keluargalah tumbuh motivasi yang tinggi untuk membahagiakan orang tercinta, terlebih lagi mereka telah berkorban banyak demi cintanya pada Iwan (hampir semua barang di rumah kecilnya dijual demi biaya sekolah bahkan angkot Bapak juga pernah dijual demi biaya kuliah karena uang hasil kerja keras mereka yang biasa tidak bisa mencukupi). Landasan kasih sayang yang kuat membuat Iwan termotivasi bahkan tanpa dinasehati atau diperintah Iwan dengan sigap rajin membantu keluarga dan rajin belajar. Motivasi yang tinggi membuahkan determinasi sehingga keyakinan tak bisa goyah dan rutinitas keuletan pun bisa dipertahankan sehingga Iwan tumbuh menjadi pribadi yang rajin dan ulet. Dan pendidikan adalah alat yang dikuasai Iwan untuk mendatangkan kesempatan-kesempatan emas yang bisa membuatnya meraih mimpinya bahkan lebih dari itu.

Dua hal dari perjalanan hidup Iwan yang sangat menginspirasi saya. Pertama, ADE (Affection, Determination, Education) dan yang kedua adalah prinsip bahwa jika ingin mendapatkan apa yang kebanyakan orang tidak dapatkan maka kita harus MEMBIASAKAN melakukan hal-hal baik yang kebanyakan orang lain tidak lakukan. If you wanna have the life that others don’t, do the things that others won’t.

Kisah yang sangat inspiratif, manis, dan sarat melankoli, dibalut dengan keindahan kota-kota di Eropa sebagai latarnya, namun tidak mengurangi pesan kecintaannya pada Indonesia dan keluarganya yang disajikan lewat memori masa lalu.